Pengertian Realistic Mathematics Education (RME)
Ilustrasi Belajar Matematika |
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan pertama kali oleh Freudenthal pada tahun 1971 di Utrecht University Belanda. Menurut Freudenthal bahwa belajar matematika adalah suatu aktivitas, sehingga kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata (Yuwono,2001:17).
Berikut ini beberapa pengertian pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) dari beberapa sumber:
- Menurut Hadi (2005:19), Realistic Mathematics Education (RME) digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Penjelasan lebih lanjut bahwa pembelajaran matematika realistis ini berangkat dari kehidupan anak, yang dapat dengan mudah dipahami oleh anak, nyata, dan terjangkau oleh imajinasinya, dan dapat dibayangkan sehingga mudah baginya untuk mencari kemungkinan penyelesaiannya dengan menggunakan kemampuan matematis yang telah dimiliki.
- Menurut Aisyah (2007), Realistic Mathematics Education (RME) merupakan suatu pendekatan belajar matematika yang dikembangkan untuk mendekatkan matematika kepada siswa. Masalah-masalah nyata dari kehidupan sehari-hari yang dimunculkan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Penggunaan masalah realistis ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa matematika sebenarnya dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.
- Menurut Rahayu (2010:15), Realistic Mathematics Education (RME) merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang lebih menekankan realitas dan lingkungan sebagai titik awal dari pembelajaran.
- Menurut Tarigan (2006:3), Realistic Mathematics Education (RME) menempatkan realitas dan pengalaman nyata siswa dalam kehidupan sehari-hari sebagai titik awal pembelajaran serta menjadikan matematika sebagai aktivitas siswa. Siswa diajak berpikir cara menyelesaikan masalah yang pernah dialami.
- Menurut Muhsetyo dkk (2007), Realistic Mathematics Education (RME) dimaksudkan untuk memulai pembelajaran matematika dengan cara mengaitkannya dengan situasi dunia nyata disekitar siswa. Hal ini menandakan bahwa RME memiliki semangat yang sama dengan pembelajaran bermakna dimana matematika dapat disesuaikan dengan berbagai situasi yang beragam.
Prinsip Realistic Mathematics Education (RME)
Menurut Gravemeijer (1990:90), terdapat tiga prinsip dalam Realistic Mathematics Education (RME), yaitu sebagai berikut:- Guided Reinvention dan Progressive Mathematization. Melalui topik-topik yang disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami sendiri yang sama sebagaimana konsep matematika ditemukan.
- Didactial Phenomenology. Topik-topik matematika disajikan atas dua pertimbangan yaitu aplikasinya serta konstribusinya untuk pengembangan konsep konsep matematika selanjutnya.
- Self Developed Models. Peran Self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi konkrit atau dari matematika informal ke bentuk formal, artinya siswa membuat sendiri dalam menyelesaikan masalah.
Karakteristik Realistic Mathematics Education (RME)
Menurut Treffers, karakteristik Realistic Mathematics Education (RME) adalah menggunakan dunia nyata, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment) unit belajar. Penjelasan masing-masing karakteristik adalah sebagai berikut (Suharta, 2001:3-5):- Menggunakan dunia nyata. Pembelajaran matematika tidak dimulai dari sistem formal, tetapi diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata). Dimana dalam hal ini siswa menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.
- Menggunakan model-model. Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi konkret ke situasi abstrak atau dari situasi informal ke situasi formal.
- Menggunakan produksi dan konstruksi siswa. Siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan strategi-strategi informal dalam memecahkan masalah yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian prosedur-prosedur pemecahan. Dengan produksi dan konstruksi, siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang siswa anggap penting dalam proses belajar. Dengan bimbingan guru, siswa diharapkan dapat menemukan kembali konsep matematika dalam bentuk formal.
- Menggunakan Interaktif. Interaksi antar siswa dan dengan guru merupakan hal yang sangat mendasar dalam proses pembelajaran matematika realistis.
- Keterkaitan (intertwinment) unit belajar. Dalam pembelajaran matematika realistis, unit-unit matematika berupa fenomena-fenomena belajar saling berkaitan dan sangat diperlukan sekali. Dengan keterkaitan ini akan memudahkan siswa dalam proses pemecahan masalah.
- Pembelajaran harus dimulai dari masalah yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka. Sebab pembelajaran yang langsung diawali dengan matematika formal cenderung menimbulkan kecemasan matematika (mathematics anxiety).
- Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan abstraksi yang harus dipelajari siswa. Model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.
- Siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan guru. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi penyelesaian masalah sehingga diharapkan akan diperoleh berbagai varian dari pemecahan masalah tersebut.
- Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antar guru dan siswa maupun siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Siswa dapat berdiskusi dan bekerja sama dengan siswa lain, bertanya, dan menanggapi pertanyaan serta mengevaluasi pekerjaan mereka.
- Hubungan diantara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah lain dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling terkait dalam menyelesaikan masalah.
Fase dan Langkah Realistic Mathematics Education (RME)
Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme dengan mengutamakan enam prinsip dalam tahapan pembelajarannya, yaitu (Karunia dkk, 2015:40-41):- Fase Aktivitas. Pada fase ini, siswa mempelajari matematika melalui aktivitas doing, yaitu dengan mengerjakan masalah-masalah yang didesain secara khusus. Siswa diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam keseluruhan proses pendidikan sehingga mereka mampu mengembangkan sejumlah mathematical tools yang kedalaman serta liku-likunya betul-betul dihayati.
- Fase Realitas. Tujuan utama fase ini adalah agar siswa mampu mengaplikasikan matematika untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada tahap ini, pembelajaran dipandang suatu sumber untuk belajar matematika yang dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari melalui proses matematisasi. Matematisasi dapat dilakukan secara horizontal dan vertikal. Matematisasi horizontal memuat suatu proses yang diawali dari dunia nyata menuju dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal mengandung makna suatu proses perpindahan dalam dunia simbol itu sendiri.
- Fase Pemahaman. Pada fase ini, proses belajar matematika mencakup berbagai tahapan pemahaman mulai dari pengembangan kemampuan menemukan solusi informal yang berkaitan dengan konteks, menemukan rumus dan skema, sampai dengan menemukan prinsip-prinsip keterkaitan.
- Fase Intertwinement. Pada tahap ini, siswa memiliki kesempatan untuk menyelesaikan masalah matematika yang kaya akan konteks dengan menerapkan berbagai konsep, rumus, prinsip, serta pemahaman secara terpadu dan saling berkaitan.
- Fase Interaksi. Proses belajar matematika dipandang sebagai suatu aktivitas sosial. Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk melakukan sharing pengalaman, strategi penyelesaian, atau temuan lainnya. Interaksi memungkinkan siswa untuk melakukan refleksi yang pada akhirnya akan mendorong mereka mendapatkan pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya.
- Fase Bimbingan. Bimbingan dilakukan melalui kegiatan guided reinvention, yaitu dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mencoba menemukan sendiri prinsip, konsep, atau rumus-rumus matematika melalui kegiatan pembelajaran yang secara spesifik dirancang oleh guru.
- Langkah 1: Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah kontekstual dan siswa memahami permasalahan tersebut.
- Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami siswa. Penjelasan ini hanya sampai siswa mengerti maksud soal.
- Langkah 3: Menyelesaikan masalah kontekstual Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka dengan memberikan pertanyaan/petunjuk/saran.
- Langkah 4: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara berkelompok. Untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada diskusi kelas.
- Langkah 5: Menyimpulkan Dari diskusi, guru mengarahkan siswa menarik kesimpulan suatu prosedur atau konsep, dengan guru bertindak sebagai pembimbing.
Kelebihan dan Kekurangan Realistic Mathematics Education (RME)
Kelebihan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) antara lain sebagai berikut:- Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
- Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
- Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya.
- Memupuk kerja sama dalam kelompok.
- Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya.
- Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat.
- Pendidikan berbudi pekerti, misalnya: saling kerja sama dan menghormati teman yang sedang berbicara.
- Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan menemukan sendiri jawabannya.
- Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa yang memiliki kemampuan yang rendah.
- Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai.
- Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
- Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai.
Daftar Pustaka
- Yuwono, Ipung. 2001. Pembelajaran Matematika Secara Membumi. Malang: FMIPA UN Malang.
- Suharta, I Gusti Putu. 2001. Pembelajaran Pecahan Dalam Matematika Realistik, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Realistic Mathematics Education (RME). Surabaya.
- Tarigan, Daitin. 2006. Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
- Gravemeijer. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freundenthal Institute.
- Hadi, Sutarto. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.
- Aisyah, Nyimas. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
- Rahayu, Tika. 2010. Pendekatan RME Terhadap Peningkatan Prestai Belajar Matematika Siswa Kelas 2 SD N Penaruban I Purbalingga. Yogyakarta: UNY.
- Muhsetyo, Gatot dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
- Karunia, Eka Lestari dan Yudhanegara, Mokhammad Ridwan. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung: Refika Aditama.
Post a Comment
Post a Comment