-->

Ad Unit (Iklan) BIG

Bentuk, Motivasi, Teknik dan Pendeteksian Manajemen Laba

Post a Comment

Apa itu Manajemen Laba 

Manajemen laba adalah perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh manajer untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi agar jumlah laba yang tercatat dalam laporan keuangan menjadi baik.

Manajemen laba dilakukan untuk mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para pemangku kepentingan dan hasil perjanjian kontrak yang didasarkan pada besarnya laba. Salah satu pemangku kepentingan tersebut adalah para pemegang saham terkait keputusan pemberian kompensasi bagi manajer.

 Manajemen laba adalah perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh manajer untuk memanipula Bentuk, Motivasi, Teknik dan Pendeteksian Manajemen Laba

Manajemen laba dilakukan dengan memanfaatkan komponen akrual yang discretionary untuk menentukan besar kecilnya laba yang disediakan oleh standar akuntansi. Upaya ini diakui dan diperbolehkan dalam standar akuntansi selama apa yang dilakukan perusahaan diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan.

Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.

Berikut ini beberapa pengertian manajemen laba dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Sulistyanto (2008), manajemen laba adalah upaya manajer perusahaan untuk mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.
  • Menurut Silaban dan Siallagan (2012), manajemen laba merupakan campur tangan manajemen dalam penyusunan dan pelaporan laporan keuangan perusahaan untuk mencapai tingkat laba tertentu.
  • Menurut Fahmi (2014), manajemen laba adalah suatu tindakan yang mengatur laba sesuai dengan yang dikehendaki oleh pihak tertentu atau terutama oleh manajemen perusahaan (company management).
  • Menurut Setiawati dan Saputro (2004), manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri (atau perusahaannya sendiri). 
  • Menurut Assih dan Gundono (2000), manajemen laba merupakan suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Pincipples (GAAP) untuk mengarah pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan.

Bentuk dan Pola Manajemen Laba 

Menurut Scott (2003), terdapat lima bentuk manajemen laba, yaitu sebagai berikut:

a. Taking a bath 

Disebut juga big baths, bisa terjadi selama periode dimana terjadi tekanan dalam organisasi atau terjadi reorganisasi, misalnya penggantian direksi. Jika teknik ini digunakan maka biaya-biaya yang ada pada periode yang akan datang diakui pada periode berjalan. Ini dilakukan jika kondisi yang tidak menguntungkan tidak bisa dihindari. Akibatnya, laba pada periode yang akan datang menjadi tinggi meskipun kondisi tidak menguntungkan.

b. Income minimization 

Pola meminimumkan laba mungkin dilakukan karena motif politik atau motif meminimunkan pajak. Cara ini dilakukan pada saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan (write off) atas barang-barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, riset, dan pengembangan yang cepat.

c. Income maximization 

Maksimalkan laba bertujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, selain itu tindakan ini juga bisa dilakukan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak utang jangka panjang (debt covenant).

d. Income smoothing 

Perusahaan umumnya lebih memilih untuk melaporkan trend pertumbuhan laba yang stabil daripada menunjukkan perubahan laba yang meningkat atau menurun secara drastis.

e. Timing Revenue dan Expenses Recognation

Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi, misalnya pengakuan premature atas pendapatan.

Sedangkan menurut Sulistyanto (2008), terdapat tiga pola dalam manajemen laba, yaitu sebagai berikut:

a. Penaikkan Laba (Income Increasing

Pola penaikkan laba (income increasing) merupakan upaya perusahaan mengatur agar laba periode berjalan menjadi lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih tinggi daripada pendapatan sesungguhnya dan atau biaya periode berjalan menjadi lebih rendah dari biaya sesungguhnya.

b. Penurunan Laba (Income Descreasing

Pola penurunan laba (income descreasing) merupakan upaya perusahaan mengatur agar laba periode berjalan menjadi lebih rendah daripada laba sesungguhnya. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih rendah daripada pendapatan sesungguhnya dan atau biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi dari biaya sesungguhnya.

c. Perataan Laba (Income Smoothing

Pola perataan laba (income smoothing) merupakan upaya perusahaan mengatur agar labanya relatif sama selama beberapa periode. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan dan biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi atau lebih rendah daripada pendapatan atau biaya sesungguhnya.

Motivasi Manajemen Laba 

Manajemen laba dilakukan dengan memanipulasi besaran laba yang dilaporkan kepada para pemegang saham yang nantinya dapat mempengaruhi hasil perjanjian yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Menurut Sulistyanto (2008) dan Sanjaya (2008), manajemen laba dilakukan dengan beberapa motivasi sebagai berikut:
  1. Motivasi Bonus. Adanya asimetri informasi mengenai keuangan perusahaan menyebabkan pihak manajemen dapat mengatur laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka. 
  2. Motivasi Kontraktual Lainnya. Semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggan utang, manajemen akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan, yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami technical default (kegagalan dalam pelunasan utang). 
  3. Motivasi Politik. Perusahaan besar dan industri yang strategis akan menjadi perusahaan monopoli. Dalam hal demikian, perusahaan ini akan menggunakan manajemen laba untuk meningkatkan visibilitasnya dengan cara menggunakan prosedur akuntansi untuk menurunkan laba yang diperoleh. 
  4. Motivasi Pajak. Manajer termotivasi untuk melakukan manajemen laba karena pajak penghasilan. Praktik manajemen laba dilakukan untuk menurunkan pajak penghasilan.
  5. Perpindahan CEO. Hipotesis rencana bonus menyatakan bahwa manajemen yang akan diganti akan melakukan manajemen laba untuk memaksimalkan bonus yang akan diperolehnya. 
  6. Motivasi Pasar Modal. Motivasi pasar modal muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh para investor dan analis untuk menilai saham. Dalam hal demikian, kondisi ini dapat kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi earnings dengan cara mempengaruhi harga saham jangka pendek.

Teknik Manajemen Laba 

Menurut Sulistyanto (2008), terdapat empat cara yang digunakan manajer untuk melakukan manajemen laba, yaitu:
  1. Mengakui dan mencatat pendapatan lebih cepat satu periode atau lebih. Upaya ini dilakukan manajer dengan mengakui dan mencatat pendapatan periode-periode yang akan datang atau pendapatan yang secara pasti belum dapat ditentukan kapan dapat terealisir sebagai pendapatan periode berjalan. 
  2. Mencatat pendapatan palsu. Upaya ini dilakukan manajer dengan mencatat pendapatan dari suatu transaksi yang sebenarnya tidak pernah terjadi sehingga pendapatan ini juga tidak akan pernah terealisir sampai kapan pun.
  3. Mengakui dan mencatat biaya lebih cepat dan lambat. Upaya ini dapat dilakukan manajer dengan mengakui dan mencatat biaya periode-periode yang akan datang sebagai biaya periode berjalan.
  4. Tidak mengungkapkan semua kewajiban. Upaya ini dilakukan manajer dengan menyembunyikan seluruh atau sebagian kewajibannya sehingga kewajiban periode berjalan menjadi lebih kecil daripada kewajiban sesungguhnya.
Sedangkan menurut Asyik (2000), teknik manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga cara sebagai berikut:
  1. Perubahan metode akuntansi. Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda.
  2. Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi. Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan judgment (kebijakan) perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektivitas dalam menyusun estimasi.
  3. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan (sering disebut manipulasi keputusan operasional).

Metode Pendeteksian Manajemen Laba 

Terdapat empat model atau metode yang biasa digunakan untuk mendeteksi manajemen laba, yaitu Model Healy, Model De Angelo, Model Jones dan Model Jones dengan Modifikasi (Sulistyanto, 2008), penjelasan keempat model tersebut adalah sebagai berikut:

a. Model Healy 

Model empiris untuk mendeteksi manajemen laba pertama kali dikembangkan oleh Healy pada tahun 1985. Langkah-langkah model Healy yaitu:
  1. Menghitung nilai total akrual (TAC) yang merupakan selisih pendapatan bersih (net income) dengan arus kas operasi untuk setiap tahun pengamatan.
  2. Menghitung nilai nondiscretionary accruals (NDA) yang merupakan rata-rata total akrual (TAC) dibagi dengan total aktiva periode sebelumnya. 
  3. Menghitung nilai (TAC) dengan nondiscretionary accruals (NDA). Discretionary accruals merupakan proksi manajemen laba.

b. Model De Angelo 

Model lain untuk mendeteksi manajemen laba dikembangkan oleh De Angelo pada tahun 1986. Langkah-langkah model De Angelo yaitu:
  1. Menghitung nilai total akrual (TAC) yang merupakan selisih dari pendapatan bersih (net income) dengan arus kas operasi untuk setiap perusahaan dan setiap tahun pengamatan.
  2. Menghitung nilai nondiscretionary accruals (NDA) yang merupakan rata-rata akrual (TAC) dibagi dengan total aktiva periode sebelumnya. 
  3. Menghitung nilai discretionary accruals (DA), yaitu selisih antara total akrual (TAC) dengan nondiscretionary accruals (NDA). Discretionanry accruals merupakan proksi manajemen laba.

c. Model Jones 

Model Jones dikembangkan oleh Jones tahun 1991, model ini tidak lagi menggunakan asumsi bahwa nondiscretionary accruals adalah konstan. Langkah-langkah model Jones yaitu:
  1. Menghitung niali total akrual (TAC) yang merupakan selisih dari pendapatan bersih (net income) dengan arus kas operasi untuk setiap perusahaan dan setiap tahun pengamatan. 
  2. Menghitung nilai nondiscretionary accruals
  3. Menghitung nilai discretionary accruals (DA), yaitu selisih antara total akrual (TAC) dengan nondiscretionary accruals (NDA). Discretionanry accruals merupakan proksi manajemen laba.

d. Model Jones Modifikasi 

Model Jones dimodifikasi merupakan modifikasi dari model Jones yang didesain untuk mengeliminasi kecenderungan untuk menggunakan perkiraan yang bisa salah dari model Jones untuk menentukan discretionary accruals ketika discretion melebihi pendapatan. Langkah-langkah model Jones Modifikasi yaitu:
  1. Menghitung nilai total akrual (TAC) yang merupakan selisih dari pendapatan bersih (net income) dengan arus kas operasi untuk setiap perusahaan dan setiap tahun pengamatan. 
  2. Mengitung nilai current accruals yang merupakan selisih antara perubahan aktiva lancar (current assets) dikurangi kas dengan perubahan utang lancar (current liabilities) dikurangi utang jangka panjang yang akan jatuh tempo (current maturity of long-term debt). 
  3. Menghitung nilai nondiscretionary accruals.
  4. Menghitung nilai disrectionary current accruals, yaitu disrectionary accrual yang terjadi dari komponen-komponen aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. 
  5. Menghitung nilai disrectionary accruals, disrectionary longterm accruals dan nondisrectionary long-term accruals. Disrectionary accruals (DTA) merupakan selisih total akrual (TAC) dengan nondisrectionary accruals (NDTA). Disrectionary long-term accruals (DLTA) merupakan selisih disrectionary accruals (DTA) dengan disrectionary current accruals (DCA), sedangkan nondisrectionary longterm accruals (NDLTA) merupakan selisih nondisrectionary accruals (NDTA) dengan nondisrectionary current accruals (NDCA).

Daftar Pustaka

  • Sulistyanto, H. Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. Jakarta: Grasindo.
  • Silaban, Adanan dan Siallagan, Hamonangan. 2012. Teori Akuntansi. Medan: Universitas HKBP Nommensen.
  • Fahmi, Irham. 2014. Pengantar Manajemen Keuangan. Bandung: Alfabeta. 
  • Saputro, Julianto dan Setiawati, Lilis. 2004. Kesempatan Bertumbuh dan Manajemen Laba: Uji Hipotesis Political Cost. Jurnal: Riset Akuntansi Indonesia, Vol.7, No. 2, Mei 2004.
  • Assih, Prihat dan M. Gudono. 2000. Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi II.
  • Scott, William R. 2003. Financial Accounting Theory. Toronto: Prentice Hall International Inc.
  • Sanjaya, I.D. 2008. Auditor eksternal, komite audit, dan manajemen laba. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 11, No. 1.
  • Asyik, Nur Fadrih. 2000. Analisa Rasio Keuangan: Identifikasi Faktor-faktor Dalam Memprediksi Laba. Kajian Bisnis, No . 19, Januari 2000.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter

Iklan

Close x Iklan